PART 2
Untuk teman-teman yang belum baca part 1, langsung aja kesini ya ^_^
http://arieffarendra.blogspot.sg/2016/03/jutaan-pelajaran-hidup-dari-segempal.html
“Ini BUKANLAH
tentang puncak, samudera diatas awan, edelweis, namun ini tentang Nilai Hidup,
persahabatan dan Pengorbanan!!”
PART 2
Matahari semakin
menyingsing diatas cakrawala, dan kami “baru” memulai petualangan besar kami. Ya,
Pukul 10.30, waktu yang “kurang ideal” untuk memulai mengarungi rimba hutan
hujan tropis khas sumatera bagi pemula seperti kami khususnya. Kami pun sampai
di Pintu Rimba, setelah sebulumnya sempat melapor ke Pos R10 Taman Nasional
Kerinci Sablat bermodalkan tumpangan mobil Hilux dengan ongkos 15 ribu/orang. Untuk
informasi bagi teman-teman yang akan mencoba mencumbui track pendakian gunung
kerinci, selain tumpangan ke pos pintu rimba, kita juga harus menyediakan dana
untuk biaya masuk taman nasional sebesar Rp.7500/hari untuk 1 orang dengan
catatan dana ini diluar asuransi pihak TNKS. Selain itu, ada aturan tidak
tertulis yang diterapkan pihak pengelola taman nasional, aturan yang “mirip”
dengan aturan yang diberlakukan ketika kita mendaki gunung semeru. Kalau di
gunung Semeru, recommended batas pendakian sampai pos Kalimati, begitu juga
dengan kerinci, Pihak TNKS hanya merekomendasikan pendakian sampai Shelter 2.
Ini disebabkan oleh cuaca dan kondisi vulkanologi gunung kerinci yang masih
labil, namun pihak TNKS tidak melarang pendaki untuk ke puncak, dengan catatan,
resiko ditanggung pendaki itu sendiri.
Foto 1: Pos Bangku Panjang
Setelah turun
dari tumpangan dan Sampai di Pos Pintu masuk TNKS, kami memulai ritual sebelum
pendakian yaitu berdoa dan foto-foto lalu segera memulai perjalanan menuju
pintu rimba gunung kerinci. Pos Pintu Rimba hanya 5 menit perjalanan dari sini.
Keindahan alam kerinci sudah mulai tercium dari sini, mulai dari hijaunya
pepohonan khas hutan hujan sumatera, keberagaman budaya lokal penduduk hingga
nyanyian merdu burung-burung dipepohonan ditambah lagi cuaca yang begitu cerah,
menambah motivasi dan semangat pendakian aku dan teman-teman semakin tinggi.
Foto 2 : Palang nama Pos 1
Memasuki pintu
rimba, kami terus melanjutkan perjalanan menyusuri jalan setapak yang berkontur
landai dengan pohon-pohon besar serta ilalang-ilalang di kiri dan kanan. Hanya butuh
waktu sekitar 30 menit bagi kami untuk sampai di Pos 1 Bangku Panjang. Pos 1
ini disebut bangku panjang, karena pada pos ini terdapat susunan semen yang
berbentuk bangku dan menyerupai huruf U dengan shelter disisi kirinya. Sesampainya
di pos tersebut, kami beristirahat “sejenak”, teman-teman yang tidak tahan
dengan godaan keindahan hutan hujan tropis kerinci ditambah lagi tulisan Pos 1
sehingga bergantian berfoto-foto, membuat istirahat kami yang sejenak tersebut
memakan waktu lebih dari 15 menit. Selain itu, kami juga bertemu dengan beberapa
pendaki lain dari Medan, Payakumbuh, dan Rusia. Untuk si-Rusia, benar-benar
membuat kami interesting. Selain melakukan solo trip, si-bule yang diketahui
bernama Yugo hanya bermodalkan sandal jepit dan day pack, benar-benar petualang
sejati.
Setelah sekitar
15 menitan berhenti di Pos 1, kami pun melanjutkan perjalan menuju Pos 2 Batu
lumut. Normalnya waktu tempuh Pos 1-Pos 2 sekitar 30 menit. Kontur landai dengan
keindahan alam ditambah suara-suara siamang dari kiri dan kanan track, membuat
semangat dan tenaga kami masih bisa terjaga. Sesekali leader clan kami Yoga berduet
dengan Andri yang emang terkenal cerewet, bernyanyi-nanyi diantara rimbunnya
hutan kerinci. Entah mereka bernyanyi karena girang dibawa tamasya ke gunung
atau sekedar menghibur diri dengan beban tas/carrier dan track yang semakin
lama semakin terjal, hanya mereka dan Tuhan yang tahu.
foto 3 : Palang Nama Pos 2 Batu Lumut
Sampai di Pos 2
sekitaran jam 13.00 wib, kami memutuskan untuk istirahat dan ngopi-ngopi
dahulu. Boim, si juru masak dan berperan sebagai ibu bagi kami 10 orang mulai
mempersiapkan kompor dan nesting untuk memasak air panas bakal seduh kopi. Sedangkan
aku, fando, ayah, muray dan jarwok bergegas menuruni sisi kiri pos batu lumut
untuk mengambil air, namun khusus untuk wowok, panggilan akrab fajar atau
jarwok, malah berbalik arah lagi, entah karena malas menuruni celah yang cukup
curam untuk turun mengambil air, atau takut karena melihat air muka muray yang
semangat mencari air bagai anjing yang diberi dextro.
foto 4 : salah satu teman kami, Isra di Pos 2 Batu Lumut
Akhirnya kami
ber-4 yang mengambil air ke batu lumut dikarenakan gugurnya jarwok. Pos ini disebut
batu lumut mungkin dikarenakan terdapat bebatuan besar diantara bekas aliran
sungai kering yang dipenuhi lumut-lumut. Kami memutuskan mengambil air diarah
hilir, dekat dengan bekas air terjun yang sudah mengering, namun terdapat
endapan mata air jernih disela-sela bebatuannya. Satu per satu kami turun dan
mulai mengambil air, kerja sama tim yang baik ditambah sesi ritual foto-foto
membuat prosesi mengambil air memakan waktu 30 menitan. Belum lagi susahnya
menggoda ayah untuk mencicipi kenikmatan air gunung asli. Awalnya ayah sempat
takut dan menolak untuk meminum air tersebut, namun setelah satu degukan, ayah
bagaikan menemukan secercah kebahagiaan lewat kenikamatan air asli gunung
tersebut, laksanana mahasiswa yang telah di acc dosen untuk ujian kompre.
Foto 5 : Jalur "Hulu" Batu Lumut kerinci, tempat Sumber Air di Pos 2
foto 6 : Temon, Sang Pejuang dari Clan kami
Setelah “prosesi”
pengambilan air dan selfie-selfie di batu lumut, saya dan 3 teman lainnya,
muray, ayah dan fando segera bergegas balik ke shelter batu lumut, tempat
teman-teman lain menunggu tadi. Sesampainya disana, sebuah ritual jahat laksana
belzeebos sedang mendidik para tuyulnya belajar menulis, pemandangan “menyeramkan”
tampak jelas. Beberapa teman kami menulis-nulis dengan spidol tulisan Pos 2
batu lumut dengan nama clan kami, sebuah tindakan vandalism yang sangat dikutuk
oleh pencinta alam diseluruh dunia. Untung saja, belum sampai “merajalela”
dengan coretan-coretannya, teman-teman sadar dan berhenti melakukan hal-hal
tersebut. Dengan sedikit penjelasan dan pesan, teman-teman akhirnya sadar,
bahwa tindakan tersebut tidaklah baik, lalu sukses mendapat pelajaran baru,
bahwasanya alam tidak untuk dinodai, namun untuk dijaga agar kelak anak-cucu
kita dapat merasakan juga keindahannya. Masih ingatkan kode etik pendaki
gunung?
- - Take nothing but picture
(jangan mengambil apapun kecuali gambar)
Memang alam menyediakan berbagai flora, satwa, bahkan batuan yang memikat hati untuk dijadikan oleh-oleh. Namun perbuatan seperti memetikbunga edelweis ataupun menangkap binatang, hanya akan merusak alam. Jika ingin membawa oleh-oleh cukup dengan melukisnya atau memotret saja.
- - Leave nothing but foot print
(jangan meninggalkan apapun kecuali tapak kaki atau jejak).
Saat bertualang, semua bekas kegiatan terutama sampah yang dihasilkan jangan pernah tertinggal, bawalah pulang kembali. Karena benda-benda tersebut (terutama sampah plastik) akan memberikan dampak buruk yang besar bagi kelestarian lingkungan. Termasuk jangan meninggalkan bekas berupa coretan, guratan, dan sejenisnya di pohon maupun batuan atau apapun itu.
- - Kill nothing but time (jangan
membunuh apapun kecuali waktu).
Cukuplah waktu saja yang terbunuh selama petualangan itu berlangsung. Lainnya,
baik hewan, tumbuhan, bahkan termasuk diri sendiri jangan.
Foto 7 : foto gokil team -_-
Selain pemandangan
“menyeramkan” tadi, 1 lagi pemandangan yang gak kalah menyeramkan bagiku
pribadi adalah menemukan beberapa teman-temanku tengah bertelanjang dada, dan
akhirnya semenit kemudian aku tahu bahwa telah terjadi sebuah kompetisi
binaraga selama prosesi kami mengambil air tadi. 1 hal yang mungkin terlupakan
bagi kami, bahwasanya hal tersebut sangat “berpengaruh” bagi perjalanan kami
kedepannya.
To Be Continued...
No comments:
Post a Comment