WELCOME to The Rieff McCartney blog (the official BEATLES lover's)

Welcome to the great blog in the world. You can find more information here,about Love,Fammily,your self and very interisting is THE BEATLES,because the big boss this blog is THE BIG FANS OF THE BEATLES and Specially ROMA'S ULTRAS. so,have fun buddies ^_^ FORZA ROMA

Sunday 20 March 2016

Jutaan Pelajaran Hidup dari “Segempal Tanah yang tercampak dari surga”

PART 2
Untuk teman-teman yang belum baca part 1, langsung aja kesini ya ^_^ 

http://arieffarendra.blogspot.sg/2016/03/jutaan-pelajaran-hidup-dari-segempal.html

“Ini BUKANLAH tentang puncak, samudera diatas awan, edelweis, namun ini tentang Nilai Hidup, persahabatan dan Pengorbanan!!”

PART 2
             Matahari semakin menyingsing diatas cakrawala, dan kami “baru” memulai petualangan besar kami. Ya, Pukul 10.30, waktu yang “kurang ideal” untuk memulai mengarungi rimba hutan hujan tropis khas sumatera bagi pemula seperti kami khususnya. Kami pun sampai di Pintu Rimba, setelah sebulumnya sempat melapor ke Pos R10 Taman Nasional Kerinci Sablat bermodalkan tumpangan mobil Hilux dengan ongkos 15 ribu/orang. Untuk informasi bagi teman-teman yang akan mencoba mencumbui track pendakian gunung kerinci, selain tumpangan ke pos pintu rimba, kita juga harus menyediakan dana untuk biaya masuk taman nasional sebesar Rp.7500/hari untuk 1 orang dengan catatan dana ini diluar asuransi pihak TNKS. Selain itu, ada aturan tidak tertulis yang diterapkan pihak pengelola taman nasional, aturan yang “mirip” dengan aturan yang diberlakukan ketika kita mendaki gunung semeru. Kalau di gunung Semeru, recommended batas pendakian sampai pos Kalimati, begitu juga dengan kerinci, Pihak TNKS hanya merekomendasikan pendakian sampai Shelter 2. Ini disebabkan oleh cuaca dan kondisi vulkanologi gunung kerinci yang masih labil, namun pihak TNKS tidak melarang pendaki untuk ke puncak, dengan catatan, resiko ditanggung pendaki itu sendiri.
Foto 1: Pos Bangku Panjang
           
Setelah turun dari tumpangan dan Sampai di Pos Pintu masuk TNKS, kami memulai ritual sebelum pendakian yaitu berdoa dan foto-foto lalu segera memulai perjalanan menuju pintu rimba gunung kerinci. Pos Pintu Rimba hanya 5 menit perjalanan dari sini. Keindahan alam kerinci sudah mulai tercium dari sini, mulai dari hijaunya pepohonan khas hutan hujan sumatera, keberagaman budaya lokal penduduk hingga nyanyian merdu burung-burung dipepohonan ditambah lagi cuaca yang begitu cerah, menambah motivasi dan semangat pendakian aku dan teman-teman semakin tinggi.

Foto 2 : Palang nama Pos 1

        Memasuki pintu rimba, kami terus melanjutkan perjalanan menyusuri jalan setapak yang berkontur landai dengan pohon-pohon besar serta ilalang-ilalang di kiri dan kanan. Hanya butuh waktu sekitar 30 menit bagi kami untuk sampai di Pos 1 Bangku Panjang. Pos 1 ini disebut bangku panjang, karena pada pos ini terdapat susunan semen yang berbentuk bangku dan menyerupai huruf U dengan shelter disisi kirinya. Sesampainya di pos tersebut, kami beristirahat “sejenak”, teman-teman yang tidak tahan dengan godaan keindahan hutan hujan tropis kerinci ditambah lagi tulisan Pos 1 sehingga bergantian berfoto-foto, membuat istirahat kami yang sejenak tersebut memakan waktu lebih dari 15 menit. Selain itu, kami juga bertemu dengan beberapa pendaki lain dari Medan, Payakumbuh, dan Rusia. Untuk si-Rusia, benar-benar membuat kami interesting. Selain melakukan solo trip, si-bule yang diketahui bernama Yugo hanya bermodalkan sandal jepit dan day pack, benar-benar petualang sejati.

          Setelah sekitar 15 menitan berhenti di Pos 1, kami pun melanjutkan perjalan menuju Pos 2 Batu lumut. Normalnya waktu tempuh Pos 1-Pos 2 sekitar 30 menit. Kontur landai dengan keindahan alam ditambah suara-suara siamang dari kiri dan kanan track, membuat semangat dan tenaga kami masih bisa terjaga. Sesekali leader clan kami Yoga berduet dengan Andri yang emang terkenal cerewet, bernyanyi-nanyi diantara rimbunnya hutan kerinci. Entah mereka bernyanyi karena girang dibawa tamasya ke gunung atau sekedar menghibur diri dengan beban tas/carrier dan track yang semakin lama semakin terjal, hanya mereka dan Tuhan yang tahu.

foto 3 : Palang Nama Pos 2 Batu Lumut

             Sampai di Pos 2 sekitaran jam 13.00 wib, kami memutuskan untuk istirahat dan ngopi-ngopi dahulu. Boim, si juru masak dan berperan sebagai ibu bagi kami 10 orang mulai mempersiapkan kompor dan nesting untuk memasak air panas bakal seduh kopi. Sedangkan aku, fando, ayah, muray dan jarwok bergegas menuruni sisi kiri pos batu lumut untuk mengambil air, namun khusus untuk wowok, panggilan akrab fajar atau jarwok, malah berbalik arah lagi, entah karena malas menuruni celah yang cukup curam untuk turun mengambil air, atau takut karena melihat air muka muray yang semangat mencari air bagai anjing yang diberi dextro.

foto 4 : salah satu teman kami, Isra di Pos 2 Batu Lumut

             Akhirnya kami ber-4 yang mengambil air ke batu lumut dikarenakan gugurnya jarwok. Pos ini disebut batu lumut mungkin dikarenakan terdapat bebatuan besar diantara bekas aliran sungai kering yang dipenuhi lumut-lumut. Kami memutuskan mengambil air diarah hilir, dekat dengan bekas air terjun yang sudah mengering, namun terdapat endapan mata air jernih disela-sela bebatuannya. Satu per satu kami turun dan mulai mengambil air, kerja sama tim yang baik ditambah sesi ritual foto-foto membuat prosesi mengambil air memakan waktu 30 menitan. Belum lagi susahnya menggoda ayah untuk mencicipi kenikmatan air gunung asli. Awalnya ayah sempat takut dan menolak untuk meminum air tersebut, namun setelah satu degukan, ayah bagaikan menemukan secercah kebahagiaan lewat kenikamatan air asli gunung tersebut, laksanana mahasiswa yang telah di acc dosen untuk ujian kompre.

Foto 5 : Jalur "Hulu" Batu Lumut kerinci, tempat Sumber Air di Pos 2

foto 6 : Temon, Sang Pejuang dari Clan kami


            Setelah “prosesi” pengambilan air dan selfie-selfie di batu lumut, saya dan 3 teman lainnya, muray, ayah dan fando segera bergegas balik ke shelter batu lumut, tempat teman-teman lain menunggu tadi. Sesampainya disana, sebuah ritual jahat laksana belzeebos sedang mendidik para tuyulnya belajar menulis, pemandangan “menyeramkan” tampak jelas. Beberapa teman kami menulis-nulis dengan spidol tulisan Pos 2 batu lumut dengan nama clan kami, sebuah tindakan vandalism yang sangat dikutuk oleh pencinta alam diseluruh dunia. Untung saja, belum sampai “merajalela” dengan coretan-coretannya, teman-teman sadar dan berhenti melakukan hal-hal tersebut. Dengan sedikit penjelasan dan pesan, teman-teman akhirnya sadar, bahwa tindakan tersebut tidaklah baik, lalu sukses mendapat pelajaran baru, bahwasanya alam tidak untuk dinodai, namun untuk dijaga agar kelak anak-cucu kita dapat merasakan juga keindahannya. Masih ingatkan kode etik pendaki gunung?

-               - Take nothing but picture (jangan mengambil apapun kecuali gambar)                     
               Memang alam menyediakan berbagai flora, satwa, bahkan batuan yang memikat hati untuk dijadikan oleh-oleh. Namun perbuatan seperti memetikbunga edelweis ataupun menangkap binatang, hanya akan merusak alam. Jika ingin membawa oleh-oleh cukup dengan melukisnya atau memotret saja.

-               - Leave nothing but foot print (jangan meninggalkan apapun kecuali tapak kaki atau jejak).
       Saat bertualang, semua bekas kegiatan terutama sampah yang dihasilkan jangan pernah tertinggal, bawalah pulang kembali. Karena benda-benda tersebut (terutama sampah plastik) akan memberikan dampak buruk yang besar bagi kelestarian lingkungan. Termasuk jangan meninggalkan bekas berupa coretan, guratan, dan sejenisnya di pohon maupun batuan atau apapun itu.

-               - Kill nothing but time (jangan membunuh apapun kecuali waktu).
           Cukuplah waktu saja yang terbunuh selama petualangan itu berlangsung. Lainnya, baik hewan, tumbuhan, bahkan termasuk diri sendiri jangan.

Foto 7 :  foto gokil team -_-


            Selain pemandangan “menyeramkan” tadi, 1 lagi pemandangan yang gak kalah menyeramkan bagiku pribadi adalah menemukan beberapa teman-temanku tengah bertelanjang dada, dan akhirnya semenit kemudian aku tahu bahwa telah terjadi sebuah kompetisi binaraga selama prosesi kami mengambil air tadi. 1 hal yang mungkin terlupakan bagi kami, bahwasanya hal tersebut sangat “berpengaruh” bagi perjalanan kami kedepannya. 

To Be Continued...

Saturday 12 March 2016

Jutaan Pelajaran Hidup dari “Segempal Tanah yang tercampak dari surga”
(Arief Farendra Makarim)

“Ini BUKANLAH tentang puncak, samudera diatas awan, edelweis, namun ini tentang Nilai Hidup, persahabatan dan Pengorbanan!!”


Gambar 1 : Tugu Macan, Barbek sebelum pendakian

PART 1!!

Quotes diatas itu bukan sebuah gambaran tersirat tentang artikel ini, namun itu memang nyata, bahwasanya jika teman-teman pembaca ingin mendengar cerita keindahan Puncak Kerinci, ganasnya track Shelter 3 yang begitu terkenal atau tugu Yudha yang legendaris itu, maka teman-teman akan kecewa karena semua itu tidak akan ada dalam tulisanku kali ini.
            Ini adalah pendakian kali ke-2 ku ke Gunung Kerinci. Seakan diliputi kerinduan yang mendalam kepada alam hutan hujan tropis sumatera khas gunung kerinci, aku pun menunggu momen kesempatan selanjutnya untuk kembali kesini. Padang, 3 maret 2016, mimpi itupun menjadi kenyataan. Ya, lambaian puncak Inderapura seakan memancarkan sukma yang begitu indah untuk ditapaki. Aku bersama teman-temanku sudah mempersiapkan diri secara matang (atau mungkin setengah matang).  Mulai dari carrier yang penuh dengan alat dan segala macam logistik yang akan kami konsumsi hingga persiapan mental untuk melihat keagungan Tuhan, puncak gunung Kerinci 3805 Mdpl, gunung api tertinggi di Indonesia.
            Tepat pukul 11.00 wib, kami pun memulai petualangan indah sekaligus menantang, yang membuat pandanganku terhadap alam liar berubah. Mungkin bagi orang yang awam tentang alam, jauh lebih nyaman tidur diatas kasur busa dan ditutupi selimut hangat ketimbang harus bersempit-sempit ditenda, atau makan enak buatan restoran ternama ketimbang makan mie rebus yang bahkan separo larut di perut. Namun dalam kisahku ini, kalian akan tahu, bahwa keindahan dan keanekaragaman alam itu, jauh lebih menakjubkan rasanya ketimbang segala kemewahan yang ada didunia ini.
            Kami memulai perjalanan dari kota Padang menuju kerinci dengan 6 motor yang kami bawa bersama-sama. “kami”? ya, sekumpulan anak muda berjumlah 11 orang yang memiliki ambisi besar untuk menghadapi petualangan menantang walaupun kami tahu, rintangannya tak mudah. Ya, kami adalah Aku (arief), Muray (temanku yang rada rebel), Jarwok ( Si kutilang), Boim (Lelaki sejati yang hobi masak), Yoyoi (leader clan kami yang garang namun humoris), Isra (Interisti Sejati pembenci juventini), Aga alias Ayah (sang bapak dan juru selamat dalam clan kami), Yongki (Red devil yang punya 2 istri, 1 diantaranya jadi-jadian), Andri (Si Bawel yang suka celoteh lebih dari burung paling cerewet sedunia), Fando (Anak Sasing yang begitu fanatik terhadap profesinya sebagai mahasiswa bahasa) dan terakhir Temon (bukan temon temannya Abdel ya!). Setelah 6-7 jam perjalanan Padang-Kerinci, kami akhirnya sampai di Kaki gunung Kerinci, tepatnya di desa Kersik Tuo. Kami pun memutuskan beristirahat dan bercengkrama dengan penghuni basecamp Kerinci, sekitar 100 meter sebelum Tugu Macan, tugu yang begitu popular bagi kalangan pendaki. Kami disambut dengan segala keramah-tamahan penduduk lokal Kerinci yang memang terkenal dengan sopan santunnya.
            

Gambar 2 : Basecamp Kerinci

              Seakan pertanda bahwa kami telah dilarang untuk melanjutkan perjalanan, kabar itu seakan datang dari langit diterpa angin dan membisik ditelinga kami, belum satu jam duduk dan beristirahat di Basecamp, kabar “buruk” datang dari Padang. Kota kami dilanda gempa yang cukup kuat, 8,3 SR. Ini sempat membuat diriku dan teman-teman gusar. Sempat aku berpikir akan kembali ke Padang malam itu juga, namun setelah bujukan dan kata-kata dari teman-teman lain bahwa Padang aman (walaupun aku tahu, mereka tetap cemas), aku pun mengurungkan niatku tersebut dan kembali focus menatap perjalanan kami dirimba sumatera esok hari. Cuaca cerah bertabur bintang malam itupun menambah tekadku untuk tetap berusaha menjejakkan kaki ke tanah tertinggi sumatera keesokan harinya. Kami pun beristirahat, meregangkan otot dan menyimpan tenaga untuk perjalanan besar keesokan hari.

Gambar 2 : Pos pintu masuk Kerinci, 5 menit sebelum pintu rimba
        
         Keesokan harinya, pukul 08.00 wib, 4 maret 2016, kami pun bersiap untuk melakukan perjalanan. Mengawali hari dengan sarapan bersama di pasar dekat basecamp, lalu menunggu tumpangan untuk mencapai Pintu Rimba, rencana kami pun molor dari jadwal seharusnya. Kamipun harus memulai pendakian pukul 10.30 wib. Bermodal pengalaman mendaki Kerinci sebelumnya, teman-teman sepakat untuk memilihku sebagai leader pendakian kali ini. Melihat matahari yang mulai menyingsing ujung kepala, kami pun merubah rencana. Sebelumnya kami menargetkan Shelter 3 sebagai tempat camp kami malam ini, namun karena masalah waktu, kami pun memutuskan nge-camp di Shelter 1, zona kuning dalam wilayah Taman Nasional Kerinci Sablat untuk melakukan camping. Sebelum melanjutkan cerita, sekedar informasi bahwa dalam kawasan TNKS, terdapat beberapa wilayah yang dibagi 3 yaitu zona Merah (antara Pintu Rimba-Pos 3 Panorama), Kuning (antara Pos 3-Shelter 1) dan Hijau (Shelter 1 keatas). Ini tidak terlepas dari kawasan TNKS yang masih erat dengan populasi binatang-binatang liarnya, mulai dari Babi hutan, Badak Sumatera, Macan Kumbang dan si “special” Harimau Sumatera. Yap, nama terakhir ini yang begitu melegenda di kawasan Taman Nasional ini, dan juga menjadi bumbu penyedap dalam perjalanan kami kali ini. Saking sedapnya, bahkan melebihi makanan terenak didunia, Rendang.


To Be Continued….